Transistor adalah piranti semikonduktor tiga terminal yang dibangun dari :
• dua material tipe p dan satu material tipe n, atau
• dua material tipe n dan satu material tipe p.
Operasi Transistor
Transistor beroperasi dengan memberikan bias pada kedua junction (base-emitter dan base-collector). Pada transistor PNP, bias maju pada junction base-emitter menyebabkan sejumlah besar majority carrier pada materi tipe p (holes) yang terhubung ke terminal emitter terdifusi melewati junction menuju materi tipe n (basis). Karena ketersediaan elektron bebas pada materi tipe n lebih sedikit dari hole yang terdifusi (n di-doping rendah), hanya sedikit holes yang ber-kombinasi dengan elektron dan menghasilkan arus pada terminal basis. Sebagian besar hole akan begerak melewati depletion region pada junction base-collector (junction base-collector di-bias mundur) dan keluar pada terminal collector.
Total arus dari terminal emitter sama dengan arus pada terminal collector ditambah arus pada terminal basis. Arus collector IC terdiri dari dua komponen, yang berasal dari majority carrier dan minority carrier. Arus dari minority carrier disebut dengan ICO ( arus collector dengan terminal emitter open).
IC =ICmajority +ICOminority
ICO bernilai sangat kecil dan umumnya bisa diabaikan
Tegangan base-emitter (VBE) bisa dianggap sebagai variabel pengontrol dalam menentukan operasi transistor.
Arus collector IC proporsional terhadap arus IB dengan hubungan IC = β IB. Semakin besar arus IB maka semakin besar juga arus IC, seolah-olah ada penguatan arus.
Data spesifikasi transistor (dari pabrik) di-set nilai maksimum yang tidak boleh dilampaui dalam operasi. Spesifikasi ini memberi batasan operasi transistor dalam rangkaian. Contoh spesifikasi transistor silikon 2N2222
• Collector-Base Voltage = 60 v
• Collector-Emitter Voltage = 30 v
• Base-Emitter Voltage = 5 v
• Power dissipation = 500 mW
• Temperature 125 C
Konfigurasi Common Base
Penamaan common base berasal dari kondisi dimana basis digunakan bersama dalam input dan output.
Dalam analisis selanjutnya, ketika transistor sudah berada dalam kondisi “on”, maka disumsikan tegangan basis-emitter :
VBE = 0,7 Volt.
Asumsi ini memberikan kemudahan dalam analisis DC rangkaian seperti pada contoh berikut :
(a) Tentukan arus collector jika arus emitter 3 mA dan VCB =10 V
(b) Tentukan VBE jika IC = 2 mA dan VCB = 20 V
Solusi :
(a) Karena tidak ada parameter lain yang diketahui, bisa diasumsikan bahwa
IC = IE = 3 mA.
(b) VCB tidak memberi pengaruh ketika transistor sudah bekerja, maka
VBE = 0,7 V.
Penguatan Tegangan dalam Common Base
Dalam contoh di bawah, analisis difokuskan pada nilai-nilai AC. Untuk konfigurasi Common-Base, resistansi AC pada input umumnya bernilai antara 10~100 Ω. Sedangkan resistansi output cukup besar dengan nilai tipikal antara 50 KΩ ~ 1 MΩ. Perbedaan resistansi ini disebabkan oleh bias maju pada input ( base-emitter) dan bias mundur pada output ( base-collector).
Konfigurasi Common Emitter
Konfigurasi transistor yang paling umum dijumpai adalah konfigurasi Common Emitter (CE). Disebut CE karena pemakaian bersama emitter pada sisi input dan output. Dalam konfigurasi ini, hubungan antara arus basis, collector dan emitter adalah tetap.
IE = IB + IC
Pada konfigurasi CE, karakteristik output adalah kurva antara arus output IC terhadap tegangan output VCE pada suatu rentang nilai arus input IB. Karakteristik input adalah kurva arus input IB terhadap tegangan input VBE pada nilai tegangan output VCE.
Konfigurasi Common Collector
Konfigurasi Common Collector umumnya dipakai sebagai rangkaian penyesuai impedansi karena mempunyai impedansi input yang tinggi dan impedansi output rendah, berlawanan dengan dua konfigurasi sebelumnya (CB dan CE).
Karakteristik input konfigurasi CC adalah sama dengan karakteristik pada konfigurasi CE. Karakteristik output adalah plot antara IE dengan VEC untuk nilai-nilai IB, dengan bentuk kurva yang sama seperti karakteristik output CE.
Pemerintah Indonesia dan Malaysia telah menandatangani perjanjian the first Joint Investment and Trade Committee (JICT) untuk meningkatkan perdaganan dan investasi antara kedua negara. Penandatangan kesepakatan tersebut dilakukan oleh wakil dari masing-masing negara yakni Menteri Perdagangan. Salah satu isu yang dibahas dalam pertemuan adalah pemeriksaan kembali perjanjian perdagangan perbatasan yang telah dibuat pda tahun 1970. Kedua negara telah bersetuju untuk mengadakan perbaikan perjanjian sesegera mungkin.
Kedua menteri juga membahas masalah-masalah tentang kerjasama perdagangan dan investasi, termasuk suatu peraturan untuk memeriksa ekspor keramik Malaysia ke Indonesia. Indonesia dan Malaysia juga setuju untuk membahas isu-isu tentang sertifikat negara asal sepanjang itu didasarkan pada the common effective preferential tariffs (CEPT) untuk AFTA (ASEAN Free Trade Area).
Persoalan klaim diketahui setelah pada tahun 1967 dilakukan pertemuan teknis pertama kali mengenai hukum laut antara Indonesia dan Malaysia. Kedua belah pihak bersepakat (kecuali Sipadan dan Ligitan diberlakukan sebagai keadaan status quo lihat:Sengketa Sipadan dan Ligitan). Pada tanggal 27 Oktober 1969 dilakukan penandatanganan perjanjian antara Indonesia dan Malaysia, yang disebut sebagai Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia kedua negara masing2 melakukan ratifikasi pada 7 November 1969, tak lama berselang masih pada tahun 1969 Malaysia membuat peta baru yang memasukan pulau Sipadan, Ligitan dan Batu Puteh (Pedra blanca) tentunya hal ini membingungkan Indonesia dan Singapura dan pada akhirnya Indonesia maupun Singapura tidak mengakui peta baru Malaysia tersebut. Kemudian pada tanggal 17 Maret1970 kembali ditanda tangani Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia. Akan tetapi pada tahun 1979 pihak Malaysia membuat peta baru mengenai tapal batas kontinental dan maritim dengan yang secara sepihak membuat perbatasan maritimnya sendiri dengan memasukan blok maritim Ambalat ke dalam wilayahnya yaitu dengan memajukan koordinat 4° 10' arah utara melewati Pulau Sebatik. Indonesia memprotes dan menyatakan tidak mengakui klaim itu, merujuk pada Perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia - Malaysia tahun 1969 dan Persetujuan Tapal batas Laut Indonesia dan Malaysia tahun 1970. Indonesia melihatnya sebagai usaha secara terus-menerus dari pihak Malaysia untuk melakukan ekspansi terhadap wilayah Indonesia. Kasus ini meningkat profilnya setelah Pulau Sipadan dan Ligitan, juga berada di blok Ambalat, dinyatakan sebagai bagian dari Malaysia oleh Mahkamah Internasional.
Ada sejarah panjang yang terangkai mengenai batas wilayah Negara antara Indonesia dan Malaysia, baik batas darat maupun batas maritim. Yang menarik untuk dibahas pada topik ini adalah mengenai batas maritim antara Indonesia dan Malaysia. Pada tahun 1969 sudah ada perjanjian antara Indonesia dan Malaysia mengenai batas landas kontinen (dasar laut) antara kedua Negara. Perjanjian tersebut juga mencakup perbatasan di pulau Natuna dan semenanjung Malaysia di sebelah barat Laut Cina Selatan. Dan pada tahun 1970 ada tambahan perjanjian batas antara Malaysia dan Indonesia mengenai perbatasan Laut Wilayah (territorial sea).
Laut wilayah adalah kawasan perairan suatu Negara yang diukur sejauh 12 mil laut dari garis pangkal suatu Negara (biasanya berupa garis pantai). Jika ada dua Negara yang berdekatan sama-sama mengklaim 12 mil laut untuk laut wilayah dan bertampalan (overlap) maka perlu ditegaskan batas antar perairan laut wilayah tersebut. Batas antar laut wilayah tersebut mencakup tubuh air (water column). Batas inilah yang kemudian digunakan sebagai penanda adanya pelanggaran di wilayah perairan seperti apa yang dituduhkan kepada nelayan Indonesia. Tanpa adaya batas laut yang memisahkan tubuh air, sesungguhnya tidak ada dasar untuk mengatakan sebuah kapal telah memasuki wilayah perairan negara lain mengingat aktivitas kapal nelayan ini adalah di air, bukan di dasar laut, bukan di udara. Mari kita lihat kondisi batas laut antara Indonesia dan Malaysia di Selat Malaka.
Batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia ditarik dari dekat Singapura dan berakhir di dekat Pula Batu Mandi di Selat Malaka. Artinya tidak ada batas perairan yang berupa batas laut wilayah antara Malaysia dan Indonesia setelah Pulau Batu Mandi ke arah Barat Laut di Selat Malaka. Yang ada hanyalah batas landas kontinen yang ditetapkan pada tahun 1969. Batas landas kontinen, sesuai dengan hukum laut internasional, merupakan batas yang memisahkan dasar laut dua atau lebih negara. Batas landas kontinen tersebut tidak mengatur batas tubuh air. Sehingga secara umum, batas landas kontinen ini berlaku dalam hal pengelolaan lapisan di bawah laut (dasar laut) yang biasanya digunakan untuk pertambangan lepas pantai (off shore).
Menilik kembali insiden yang terjadi, lokasi insiden penembakan tersebut terjadi di sekitar Pulau Berhala. Sayangnya, tidak diketahui secara pasti lokasinya (yang dinyatakan dengan koordinat lokasi insiden). Secara geografis, letak pulau Berhala berada di sebelah utara Pulau Batu Mandi. Artinya lokasi insiden berada di sebelah utara titik paling utara batas laut wilayah Indonesia dan Malaysia. Jika hal tersebut benar (mengenai lokasi insiden) maka di wilayah tersebut tidak ada batas tubuh air. Yang ada hanyalah batas landas kontinen yang membatasi dasar lautnya saja dan tidak membatasi tubuh air.
Dalam perspektif sistem, sistem politik adalah subsistem dari sistem sosial. Perspektif atau pendekatan sistem melihat keseluruhan interaksi yang ada dalam suatu sistem yakni suatu unit yang relatif terpisah dari lingkungannya dan memiliki hubungan yang relatif tetap diantara elemen-elemen pembentuknya. Kehidupan politik dari perspektif sistem bisa dilihat dari berbagai sudut, misalnya dengan menekankan pada kelembagaan yang ada kita bisa melihat pada struktur hubungan antara berbagai lembaga atau institusi pembentuk sistem politik. Hubungan antara berbagai lembaga negara sebagai pusat kekuatan politik misalnya merupakan satu aspek, sedangkan peranan partai politik dan kelompok-kelompok penekan merupakan bagian lain dari suatu sistem politik. Dengan merubah sudut pandang maka sistem politik bisa dilihat sebagai kebudayaan politik, lembaga-lembaga politik, dan perilaku politik.
Model sistem politik yang paling sederhana akan menguraikan masukan (input) ke dalam sistem politik, yang mengubah melalui proses politik menjadi keluaran (output). Dalam model ini masukan biasanya dikaitkan dengan dukungan maupun tuntutan yang harus diolah oleh sistem politik lewat berbagai keputusan dan pelayanan publik yang diberian oleh pemerintahan untuk bisa menghasilkan kesejahteraan bagi rakyat. Dalam perspektif ini, maka efektifitas sistem politik adalah kemampuannya untuk menciptakan kesejahteraan bagi rakyat.
Namun dengan mengingat Machiavelli maka tidak jarang efektifitas sistem politik diukur dari kemampuannya untuk mempertahankan diri dari tekanan untuk berubah. Pandangan ini tidak membedakan antara sistem politik yang demokratis dan sistem politik yang otoriter.
Dinamika politik di Indonesia cukup memberikan banyak pelajaran baerharga bagi peserta sekolah demokrasi PLaCIDS Averroes dalam pembelajaran di pertemuan ke sebelas. Selama sesi diskudi, peserta mengajukan beberapa kritik terhadap masing-masing sistem pemerintahan di samping mereka mencoba mengkontekstualisasikan materi diskusi dengan sistem pemerintahan yang dianut Indonesia. Selain itu, peserta juga mengkomparasikan sistem pemerintahan Indonesia dengan negara lain yang memiliki beberapa persamaan karakteristik pemerintahan. Melalui metode fokus group discussion ini, diharapkan peserta mampu meningkatkan pengetahuan tentang berbagai sistem pemerintahan yang ada secara mandiri yang akan di cross check pemahaman mereka pada sesi-sesi diskusi dengan narasumber.
Anggota DPRD Jatim yang menjadi narasumber dalam pertemuan ini membahas sistem politik yang berlaku dalam pemerintahan Indonesia dalam bentuk pemilu. Di samping itu dia juga mencoba mencari relasi dan relevansi pemilu dengan nilai-nilai demokrasi selain proses-proses pelaksanaan sistem politik yang secara teknis yang perlu dikritisi termasuk peran dan funsi partai-partai politik yang ada. Beberapa poin menarik untuk dicermati yang ajukan oleh peserta adalah; pertama, konsep ”distrik murni” dan” perolehan proporsional murni” dalam proses pemilihan umum dalam kaitannya dengan proses demokratisasi di Indonesia.
Pembukaan UUD 1945 Alinea IV menyatakan bahwa kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu disusun dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Berdasarkan Pasal 1 Ayat 1 UUD 1945, Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa bentuk negara Indonesia adalah kesatuan, sedangkan bentuk pemerintahannya adalah republik.
Selain bentuk negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik, Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Hal itu didasarkan pada Pasal 4 Ayat 1 yang berbunyi, “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undanag-Undang Dasar.” Dengan demikian, sistem pemerintahan di Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial. Apa yang dimaksud dengan sistem pemerintahan presidensial? Untuk mengetahuinya, terlebih dahulu dibahas mengenai sistem pemerintahan.
I. Pengertian Sistem Pemerintahan
Istilah system pemerintahan berasal dari gabungan dua kata system dan pemerintahan. Kata system merupakan terjemahan dari kata system (bahasa Inggris) yang berarti susunan, tatanan, jaringan, atau cara. Sedangkan Pemerintahan berasal dari kata pemerintah, dan yang berasal dari kata perintah. Dan dalam Kamus Bahasa Indonesia, kata-kata itu berarti:
Perintah adalah perkataan yang bermakna menyuruh melakukan sesuatau
Pemerintah adalah kekuasaan yang memerintah suatu wilayah, daerah, atau, Negara.
Pemerintahan adalaha perbuatan, cara, hal, urusan dalam memerintah
Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan-badan legislative, eksekutif, dan yudikatif di suatu Negara dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Dalam arti yang sempit, pemerintaha adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif beserta jajarannya dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara. Sistem pemerintaha diartikan sebagai suatu tatanan utuh yang terdiri atas berbagai komponen pemerintahan yang bekerja saling bergantungan dan memengaruhi dalam mencapaian tujuan dan fungsi pemerintahan. Kekuasaan dalam suatu Negara menurut Montesquieu diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu Kekuasaan Eksekutif yang berarti kekuasaan menjalankan undang-undang atau kekuasaan menjalankan pemerintahan; Kekuasaan Legislatif yang berate kekuasaan membentuk undang-undang; Dan Kekuasaan Yudiskatif yang berate kekuasaan mengadili terhadap pelanggaran atas undang-undang. Komponen-komponen tersebut secara garis besar meliputi lembaga eksekutif, legislative dan yudikatif. Jadi, system pemerintaha negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antarlembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan.
Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. Lembaga-lembaga yang berada dalam satu system pemerintahan Indonesia bekerja secara bersama dan saling menunjang untuk terwujudnya tujuan dari pemerintahan di negara Indonesia.
Dalam suatu negara yang bentuk pemerintahannya republik, presiden adalah kepala negaranya dan berkewajiban membentuk departemen-departemen yang akan melaksakan kekuasaan eksekutif dan melaksakan undang-undang. Setiap departemen akan dipimpin oleh seorang menteri. Apabile semua menteri yang ada tersebut dikoordinir oleh seorang perdana menteri maka dapat disebut dewan menteri/cabinet. Kabinet dapat berbentuk presidensial, dan kabinet ministrial.
a. Kabinet Presidensial
Kabinet presidensial adalah suatu kabinet dimana pertanggungjawaban atas kebijaksanaan pemerintah dipegang oleh presiden. Presiden merangkap jabatan sebagai perdana menteri sehingga para menteri tidak bertanggung jawab kepada perlemen/DPR melainkan kepada presiden. Contoh negara yang menggunakan sistem kabinet presidensial adalah Amarika Serikat dan Indonesia
b. Kabinet Ministrial
Kabinet ministrial adalah suatu kabinet yang dalam menjalankan kebijaksaan pemerintan, baik seorang menteri secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama seluruh anggota kebinet bertanggung jawab kepada parlemen/DPR. Contoh negara yang menggunakan sistem kabinet ini adalah negara-negara di Eropa Barat.
Apabila dilihat dari cara pembentukannya, cabinet ministrial dapat dibagi menjadi dua, yaitu cabinet parlementer dan cabinet ekstraparlementer.
Kabinet parlementer adalah suatu kabinet yang dibentuk dengan memperhatikan dan memperhitungkan suara-suara yang ada didalam parlemen. Jika dilihat dari komposisi (susunan keanggotaannya), cabinet parlementer dibagi menjadi tiga, yaitu kabinet koalisi, kabinet nasional, dan kabinet partai.
Kabinet Ekstraparlementer adalah kebinet yang pembentukannya tidak memperhatikan dan memperhitungkan suara-suara serta keadaan dalam parlemen/DPR.
II. Sistem Pemerintahan Parlementer Dan Presidensial
Sistem pemerintahan negara dibagi menjadi dua klasifikasi besar, yaitu:
sistem pemerintahan presidensial;
sistem pemerintahan parlementer.
Pada umumnya, negara-negara didunia menganut salah satu dari sistem pemerintahan tersebut. Adanya sistem pemerintahan lain dianggap sebagai variasi atau kombinasi dari dua sistem pemerintahan diatas. Negara Inggris dianggap sebagai tipe ideal dari negara yang menganut sistem pemerintahan parlemen. Bhakan, Inggris disebut sebagai Mother of Parliaments (induk parlemen), sedangkan Amerika Serikat merupakan tipe ideal dari negara dengan sistem pemerintahan presidensial.
Kedua negara tersebut disebut sebagai tipe ideal karena menerapkan ciri-ciri yang dijalankannya. Inggris adalah negara pertama yang menjalankan model pemerintahan parlementer. Amerika Serikat juga sebagai pelopor dalam sistem pemerintahan presidensial. Kedua negara tersebut sampai sekarang tetap konsisten dalam menjalankan prinsip-prinsip dari sistem pemerintahannya. Dari dua negara tersebut, kemudian sistem pemerintahan diadopsi oleh negara-negara lain dibelahan dunia.
Klasifikasi sistem pemerintahan presidensial dan parlementer didasarkan pada hubungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Sistem pemerintahan disebut parlementer apabila badan eksekutif sebagai pelaksana kekuasaan eksekutif mendapat pengawasan langsung dari badan legislatif. Sistem pemerintahan disebut presidensial apabila badan eksekutif berada di luar pengawasan langsung badan legislatif.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan serta kekurangan dari sistem pemerintahan parlementer.
Ciri-ciri dari sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut:
Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.
Anggota parlemen terdiri atas orang-orang dari partai politik yang memenangkan pemiihan umum. Partai politik yang menang dalam pemilihan umum memiliki peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di parlemen.
Pemerintah atau kabinet terdiri dari atas para menteri dan perdana menteri sebagai pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen untuk melaksakan kekuasaan eksekutif. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berada pada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Anggota kabinet umumnya berasal dari parlemen.
Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat bertahan sepanjang mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal ini berarti bahwa sewaktu-waktu parlemen dapat menjatuhkan kabinet jika mayoritas anggota parlemen menyampaikan mosi tidak percaya kepada kabinet.
Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri, sedangkan kepala negara adalah presiden dalam negara republik atau raja/sultan dalam negara monarki. Kepala negara tidak memiliki kekuasaan pemerintahan. Ia hanya berperan sebgai symbol kedaulatan dan keutuhan negara.
Sebagai imbangan parlemen dapat menjatuhkan kabinet maka presiden atau raja atas saran dari perdana menteri dapat membubarkan parlemen. Selanjutnya, diadakan pemilihan umum lagi untuk membentukan parlemen baru.
Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer:
Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.
Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan public jelas.
Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer:
Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen.
Kelangsungan kedudukan badan eksekutif atau kabinet tidak bias ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar.
Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai meyoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat mengusai parlemen.
Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.
Dalam sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh rakyat secara terpisah.