Minggu, 08 November 2009

kemiskinan dan keterbelakangan di surabaya

kemiskinan dan keterbelakangan di surabaya

Kemiskinan merupakan masalah yang selalu ada pada setiap Negara. Permasalahan kemiskinan tidak hanya terdapat di Negara-negara berkembang saja, bahkan di Negara maju juga mempunyai masalah dengan kemiskinan. Kemiskinan tetap menjadi masalah yang rumit, walaupun fakta menunjukan bahwa tingkat kemiskinan di Negara berkembang jauh lebih besar dibanding dengan Negara maju. Hal ini dikarenakan Negara berkembang pada umumnya masih mengalami persoalan keterbelakangan hampir di segala bidang, seperti kapital, teknologi, kurangnya akses-akses ke sektor ekonomi, dan lain sebagainya.

Dengan melihat dari sisi Negara berkembang salah satunya adalah Negara Indonesia, percapaian pembangunan manusia di indonesia masih tertinggal dengan Negara-negara tetangga di ASEAN seperti Malaysia, Thailand dan Filipina. Dalam laporan pembangunan manusia (Human development Report 2005) yang terbaru, Indonesia berada pada tingkat menengah dalam pembangunan manusia global (medium Human Development) dengan peringkat ke-110 dari 177 Negara. Negara Indonesia yang pada saat ini masih berada pada tahap pemulihan restrukturisasi di bidang ekonomi dan juga perubahan-perubahan di bidang sosial politik. Dalam proses ini tidak dapat dihindari semakin meluasnya kesenjangan antar kelompok, juga antar daerah yang kaya dan daerah miskin, terutama kesenjangan Indek Pembangunan Manusia (IPM) yang mencakup tentang masalah kemiskinan. (Wikipedia Indonesia, 2005)

Sejak awal kemerdekaan Bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana termuat dalam alenia ke empat Undang-Undang Dasar 1945. program-program yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan, karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus menerus menjadi masalah yang berkepanjangan.

Upaya pemberantasan kemiskinan merupakan amanat konstitusional yang telah tersirat dalam UUD 1945 dan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman pelaksanaanya. GBHN sebagai pencermin aspirasi rakyat secara bulat yang memuat hakikat pembangunan nasional. Pelaksanaan pembangunan nasional dijabarkan dalam dua program untuk mengatasi masalah pembangunan kemiskinan yaitu:

1. Program Pembangunan Sektoral.

Pada umumnya program ini berorientasi pada peningkatan produksi, pembangunan sarana dan prasarana fisik yang secara langsung menunjang pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan dan kesehatan.

2. Program Pembangunan Regional.

Program ini diarahkan pada pengembangan potensi dan kemampuan sumber daya manusia yang ada di daerah, khususnya daerah pedesaan sehingga swadaya dan kreatifitas masyarakat dapat lebih ditingkatkan.

Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan menanggulangi masalah kemiskinan yang dilakukan secara berkelanjutan berdasarkan kemampuan dan kekuatan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta memperhatikan tantangan global. Didalam pelaksanaan yang berdasarkan pada kepribadian bangsa dan nilai luhur universal dalam mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan sosial, dan berkepribadian Bangsa Indonesia.

Dalam rangka menanggulangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dapat dilaksanakan melalui bidang kesehatan dan pendidikan. Sejumlah Negara lain sudah melaksanakan skema seperti itu dalam rangka menanggulangi kemiskinan, antara lain Pakistan, Banglades, Kenya, Meksiko, Brasil, Kolombia, Nikaragua, jamaika, dan Afrika Selatan. (Paskah Suzetta dalam kongres pembangunan manusia Indonesia, 2006)

Meskipun program-program penanggulangan kemiskinan telah dilaksanakan, pada kenyataanya di lapangan program-program tersebut banyak mengalami kendala. Ini berkaitan dengan sulitnya menghapus garis kemiskinan penduduk, sehingga banyak jumlah masyarakat yang tergolong miskin. Salah satu prasarat keeberhasilan program-program sangat tergantung pada ketepatan pengidetifikasian target group dan target area (Faisal Basri 1995:103).

Keberhasilan program pengentasan kemiskinan tergantung pada awal formulasi kebijakan, yaitu pengidentifikasi siapa sebenarnya si miskin itu dan dimana si miskin itu berada. Perubahan keadaan masyarakat dan keberadaan kemiskinan yang secara riil bersifat dinamis, artinya selalu berubah itensitas maupun ukuranya. Oleh karena itu diperlukan pengkajian yang sangat cermat agar penanggulangan masalah kemiskinan selalu sesuai dengan kontek kemiskinan itu sendiri, selain itu juga harus melihat dari sisi profil kemiskinan yang dapat diketahui dari karaakteristik ekonomi seperti sumber pendapatan, pola konsumsi atau pengeluaran, dan tingkat beban tanggungan. Juga perlu diperhatikan pula karakteristik yang dilihat dari sosial budaya dan karakteristik demografinya seperti tingkat pendidikan, cara memperoleh fasilitas kesehatan, jumlah anggota keluarga, cara memperoleh air bersih dan lain-lain. Akan tetapi yang paling diperlukan untuk membantu mereka adalah tindakan langsung berupa program alternatif yang membangun keberdayaan dan bukan derma atau karitas (charity) hingga mewujudkan kemandirian yang bisa dilakukan oleh masyarakat miskin itu sendiri dan bukan oleh orang lain untuk si miskin secara berkelanjutan (sustainable) (Ginanjar Karta Sasmita dalam Ulasan isu Nasionaal, 2006)

Pemerintah Indonesia sendiri sebetulnya telah berkomitmen dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan penanggulangan kemiskinan. Dengan memprioritaskan penanggulangan kemiskinan sebagaimana dicantumkan dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) 2001-2004 yang dimuat dalam Undang-Undang No.25 Tahun 2000. Untuk mendukung hal itu pemerintah Indonesia telah membentuk Badan Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (BKPK) berdasarkan keputusan Presiden No.42 dan No.43 Tahun 2001 tanggal 27 Maret 2001, yang mempunyai fungsi sebagai mediasi, katalisasi, advokasi, fasilitasi, dan koordinasi guna mendorong instansi pusat dan daerah, tokoh masyarakat, perguruan tinggi, lembaga legislatif dan eksekutif serta masyarakat lainnya untuk menerapkan penanggulangan kemiskinannya sendiri. Selain itu pemerintah juga terus meningkatkan alokasi dana guna menanggulangi masalah kemiskinan yaitu sebesar Rp 23 Trilliun pada tahun 2005, sebesar Rp 43 Trilliun pada tahun 2006, dan meningkat menjadi Rp 52 Trilliun pada tahun 2007 (Aburizal Bakri dalam rapat koordinasi penanggulangan kemiskinan, 2006)

Penanggulangan kemiskinan menjadi prioritas utama dari sembilan prioritas program rencana kerja pemerintah pada tahun 2007 (Lukita Dinarsyah Tuwo dalam portal Nasional, 2005) adapun alokasi dana tersebut dapat ditunjukan dalam tabel 1.1 sebagai berikut:

Guna mencapai target awal pemerintah didalam mengintegrasikan dua program penanggulangan kemiskinan yaitu Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) yang masing-masing dikelola oleh Departemen Dalam Negeri dan Departemen Pekerjaan Umum (Aburizal Bakri dalam Ulasan isu Nasional, 2006)

Setiap wilayah Kota/Kabupaten harus berperan aktif dalam pelaksanaan program pengentasan kemiskinan. Dalam upaya pengentasan kemiskinan, Pemerintah Kabupaten Kediri melaksanakan beberapa program pengentasan kemiskinan yang didanai oleh APBD Kabupaten Kediri.

Sebelum pelaksanaan program Usaha Pengentasan Kemiskinan (UPK), Pemerintah Kota Kediri telah menetapkan sasaran dan juga sosialisasi program UPK. Sosialisasi tingkat Kabupaten dalam program Gerakan Terpadu Pengentasan Kemiskinan (Gerdu Taskin) menjelaskan maksud dan tujuan, organisasi pengelola, pelaksanaan sosialisasi desa, pelaksanaan program, pertanggungjawaban dan pelestarian, sanksi-sanksi yang diberikan. Selain itu juga dijelaskan jumlah dana yang akan dialokasikan dalam program pengentasan kemiskinan, yang merupakan dana dari Propinsi Jawa Timur maupun APBD Kabupaten Kediri.

Desa Wates dan Desa Bendo Kecamatan Pagu Kabupaten Kediri merupakan Desa yang mendapat program Gerdu Taskin. Dalam pelaksanaanya Pemerintah dan aparat Desa Wates terlebih dahulu mengadakan musyawarah Desa yang bertujuan untuk mengidentifikasi siapa si miskin tersebut dan siapa saja yang wajib menerima bantuan maupun manfaat, sehingga sasaran pengalokasian dari program Gerdu Taskin tersebut dapat terfokus kepada Rumah Tangga Miskin (RTM) sebagai penerima bantuan dan manfaat.

Sedangkan untuk Desa Bendo juga melakukan hal yang serupa dalam pelaksanaan program, yaitu dengan mengadakan musyawarah Desa terlebih dahulu yang bertujuan untuk mengidentifikasi siapa si miskin tersebut, dan siapa saja penduduk yang wajib memperoleh bantuan maupun manfaat, sehingga sasaran pengalokasian dana dari program pengentasan kemiskinana tersebut lebih terfokus kepada Rumah Tangga Miskin (RTM) sebagai penerima bantuan maupun manfaat dari adanya program Gerdu Taskin.

Ada beberapa penelitian terdahulu yang akan dijadikan acuan untuk menentukan variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini. Penelitian terdahulu tersebut adalah sebagai berikut:

1. Puspaningrum, Rahayu dan sunaryo (2004) dalam “strategi keluarga miskin dalam menanggulangi rendahnya tingkat penghasilan di daerah pedesaan jawa timur” metode penelitian yang digunakan adalah diskriptif eksploratif. Analisa penelitian tesebut membahas tentang strategi yang diterapkan dalam menanggulangi rendahnya tingkat penghasilan. Salah satu strategi tersebut adalah strategi kegiatan ekonomi yang meliputi perpanjangan jam kerja, intensitas pekerjaan, stabilitas pendapatan dan pemilikan pekerjaan sambilan

2. Zain (1996) dalam “kaji tindak bantuan kredit kepada keluarga miskin” penelitian ini mengkaji beberapa variabel, diantaranya indeks rumah, pemilikan aset, pendapatan keluarga, (baik pendapatan utama, pekerjaan sampingan, serta sumber penerimaan lain bukan pekerja), riwayat pekerjaan (riwayat migrasi dan keterampilan yang dimiliki), pengalaman meminjam uang dari berbagai sumber.

Berangkat dari hal tersebut, peneliti berusaha mengevaluasi program pengentasan kemiskinan yang masih berjalan hingga saat ini (Terutama pada program pemberdayaan usaha yang bersifat meberdayakan Rumah Tangga miskin hingga mewujudkan kemandirian yang bisa dilakukan oleh masyarakat miskin itu sendiri).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar