Pertumbuhan penduduk dan tingkat pendidikan di surabaya
Pemerintah Kota Surabaya mengusulkan anggaran pendidikan dengan nilai lebih besar daripada Pemerintah Provinsi Jawa Timur pada RAPBD 2009. Surabaya mengusulkan Rp 680,1 miliar, Sementara Jawa Timur hanya Rp 600 miliar.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, usulan itu menyesuaikan dengan amanat 20 persen anggaran belanja untuk anggaran pendidikan. Di Surabaya, pemenuhan itu diterjemahkan menjadi angka tersebut. "Kami menghitung total belanja di luar gaji. Jadi ini murni untuk pembiayaan pendidikan," ujarnya di Surabaya, Kamis (25/9).
Pada RAPBD Surabaya 2009, total belanja di luar gaji dan belanja rutin adalah Rp 3,5 triliun. Dengan demikian, 20 persen dari angka itu adalah Rp 680,1 miliar. "Anggaran pendidikan bukan berarti dana yang dikelola Dinas Pendidikan. Anggaran pendidikan akan disebar di beberapa satuan perangkat dinas sesuai kewenangan masing-masing," ujarnya.
Dinas Pendidikan hanya akan langsung mengelola dana RP 244,2 miliar. Dana itu murni untuk belanja pendidikan seperti peningkatan profesionalisme dan kesejahteraan guru, peningkatan mutu dan layanan pendidikan. Sementara belanja-belanja perangkat dan perbaikan fasilitas sekolah diserahkan ke instansi lain. "Dinas Pendidikan biar fokus untuk urusan pendidikan murni saja," ujarnya.
Sementara Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Timur Rasiyo mengungkapkan, pihaknya mengusulkan anggaran pendidikan Rp 600 miliar. Itu hanya dana yang dikelola oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Timur. "Sekarang sedang dibahas di Bappeprov (Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi). Saya kurang tahu bagaimana nanti hasilnya. Bisa jadi sesuai usulan, bisa jadi berbeda," ujarnya.
Besar usulan itu dianggap sudah memenuhi alokasi 20 persen dari APBD. Seperti Pemkot Surabaya, Pemprov Jatim melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan menghitung alokasi 20 persen dari APBD yang sudah tidak belanja rutin dan gaji pegawai. "Jadi hanya dihitung untuk belanja langsung saja. Usulan Rp 600 miliar itu juga murni untuk belanja pendidikan. Tidak termasuk gaji pegawai," ujarnya.
Pelaksanaan Ujian Nasional (Unas) tingkat SMA tahun ini di Surabaya, Malang dan Mojokerto dinilai tak beda dengan tahun lalu. Yang beda hanya pada standar kelulusan Unas dari rata-rata 5,25 menjadi 5,50. Ini pula yang memicu kekhawatiran tingkat siswa tidak lulus meningkat.
Kehawatiran itu diungkapkan Daniel Rasyid, Penasihat Dewan Pendidikan kota Surabaya. Menurut Daniel, kenaikan skor standar kelulusan jelas memberatkan siswa. Sementara kecenderungan kenaikan kualitas pendidikan tidak ada
Tahun 2008 lalu, dari 30.542 peserta Unas tingkat SMA, tercatat 643 siswa yang tidak lulus atau 2,42 persen. Penyumbang ketidaklulusan terbesar adalah siswa SMA/MA. Dari 19.937 peserta, 448 siswa (3 persen) tidak lulus. SMK masih lebih baik. Dari 10.605 peserta, 195 peserta (1,8 persen) tidak lulus.
Pendidikan adalah sebuah proses terus menerus yang selalu akan dilakukan seumur hidup manusia. Karena sifatnya yang terus menerus itulah, selayaknya pendidikan tidak hanya dilakukan secara formal melalui sekolah atau universitas, tetapi juga dilakukan oleh orang tua, keluarga, lingkungan, dan masyarakat untuk anak-anaknyanya. Bagaimana jika ternyata pendidikan yang diberikan di luar sekolah ternyata tidak cukup berkualitas sementara pendidikan formal ternyata juga sangat mahal ?
Dalam jaman yang semakin ketat persaingannya seperti saat ini, tuntutan terhadap anak-anak dan kaum muda akan semakin tinggi. Bukan hanya pada tingkat pendidikan, tetapi juga kemampuan kompetensi yang akhirnya harus dimiliki oleh mereka untuk dapat mengakses jenis lapangan kerja yang tersedia, disamping juga peluang dalam membuka sebuah usaha sendiri.
Pemanfaatan lahan atau bangunan aset pemerintah selayaknya juga mengedepankan aspek pendidikan (minimal 20 %), sehingga tidak hanya mengedepankan aspek ekonomi misalnya untuk peningkatan PAD (Pendapatan Asli Daerah).
Dewan Kota Surabaya memandang pojok-pojok kreatif itulah yang diharapkan mampu menjawab kebutuhan kelompok muda yang haus akan sarana pendidikan yang kurang memadai atau kurang mampu untuk diaksesnya. Tentu tidak mudah mewujudkan ide ini. Perlu pemahaman dan komitmen dari banyak pihak khususnya Pemkot Surabaya untuk dapat menyediakan sarana yang dibutuhkan dan model pengelolaan yang memadai agar CC ini mampu menjadi ajang kreativitas dan penemuan sekaligus pengasahan atas potensi yang dimiliki oleh kaum muda Surabaya. Tentu diharapakan Pemkot Surabaya tidak bekerja sendiri. Kami yakin jika konsep yang ditawarkan menarik, dengan dampak yang luar biasa nantinya atas penemuan bakat-bakat terpendam kaum muda Surabaya di bidang seni (musik, lukis, patung, vokal, tari, teater), bisnis (melalui pameran, pengelolaan café, penyewaan buku bacaan, penyediaan warung internet, dsb), mengasah intelektual (adanya perpustakaan, ajang diskusi, lomba karya ilmiah) atau juga penyelenggaraan workshop-workshop handicraft (seperti membatik, membuat keramik, atau membuat jenis handicraft lainnya) yang kalaupun ada biayanya akan diupayakan semurah mungkin, maka akan banyak sekali perusahaan besar atau kelompok masyarakat yang tertarik untuk membantu mewujudkan ide ini.
Salah satu tempat yang mungkin bisa dijadikan ajang uji coba adanya CC ini adalah beberapa aset Pemkot Surabaya yang selama ini sudah sering dipakai untuk kegiatan seni oleh masyarakat umum seperti Balai Pemuda Surabaya, Gedung Cak Durasim, Kebun Bibit atau Taman Bungkul. Di sisi lain, sangat menarik jika ide memperbanyak perpustakaan (dalam Raperda Perpustakaan) yang diharapkan mampu mendorong masyarakat Surabaya untuk gemar membaca dengan penyediaan sarana perpustakaan di sudut kota Surabaya ini diwujudkan, karena modal utama untuk mengumpulkan kaum muda Surabaya adalah dengan menyediakan fasilitas yang memadai, murah dan mudah untuk diakses. Adanya perpustakaan di Balai Pemuda Surabaya (yang berada di tengah kota) bisa dijadikan pijakan awal untuk menyediakan sarana lain bagi kaum muda di Surabaya (penyediaan warnet, café, penyediaan peralatan band, dll) yang tentu saja harus di-set up secara terus menerus dan konsep pengelolaan (juga pemeliharaan) yang jelas, yang nantinya diharapkan tidak hanya ramai pada saat-saat tertentu misalnya saat penyelenggaraan Festival Seni Surabaya (FSS) atau pameran handicraft. Ajang pameran kreativitas dan penyediaan sarana semacam ini hendaknya tidak berhenti hanya di pusat kota, tetapi juga diperbanyak di wilayah pinggiran karena tujuan utama adalah penyediaan pengetahuan dan pendidikan alternatif yang juga harus dapat dinikmati oleh kaum muda di kantong kemiskinan dan atau di pelosok Surabaya seperti di Kenjeran, Rungkut, Manukan, Dupak, Kebraon, dan wilayah lainnya.
Referensi : surabayasore.com
www.dewankotasurabaya.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar